Rabu, 24 Februari 2016

Sotoy-Sotoyan Soto










Soto, siapa yang gak kenal makanan jahanam ini?? Disajikan dengan kuah hangat hasil rebusan daging sapi maupun ayam, dijamin makanan satu ini selalu masuk list makan siang pegawai kantoran seperti saya dan mungkin juga kamu. Iya betul, sepakat atau tidak soto telah mewarnai lembaran jam-jam makan siang kita semua. Taste nya yang Indonesia banget membuat soto mampu melintasi kelas strata sosial dengan gemilang. Ibarat musik, soto ini bisa diibaratkan sebagai musik pop. Mulai dari kuli dan working class yang biasa menikmati soto di warung-warung sempit pinggir terminal dengan bau pesing yang sebenarnya bisa membunuh selera makan , hingga menembus relung-relung gaul sosialita yang suka menyantap makanan khas nusantara ini di Resto berkelas kota besar seperti Jakarta. Melintasi  kelas sosial sekaligus generasi, soto tetap bertahan dan bahkan semakin garang merobek-robek dominasi fast food yang digadang-gadang menjadi solusi cepat untuk pegawai ataupun mahasiswa yang tidak punya banyak waktu untuk makan siang. Beda dengan eksekutif muda yang biasa makan siang sambil meeting haha-hihi dengan klien ataupun investor potensial, kelas pegawai menengah biasanya tidak punya cukup waktu untuk masalah "leyeh-leyeh" siang kecuali mereka punya mental baja yang siap kapan saja disemprot atasan. 


Namun begitu, ada sebagian kecil dari pegawai "berani mati" diatas yang tetap ngotot rela berlama-lama ngantri dengan risiko kena omel hanya untuk menunggu seporsi soto Surabaya yang disajikan oleh pedagang soto grobag. Di kawasan Simprug Senayan, ada satu grobag soto yang kalo orang mau makan harus nunggu orang yang lain kelar duluan. Aroma gurih kuah kaldu ayam bercampur keringat yang terus mengocor karena gerah tidak menyurutkan tekad konsumen yang rata-rata bekerja di wilayah Permata Hijau dan sekitarnya itu. The Power of Soto.


Nah, tahukah kamu kalo kebahagian kita saat mencicip kuah kuning khas soto itu semua berawal dari orang-orang etnis Tionghoa. Lho kok Tionghoa??? Ini penulisnya orang Tionghoa ya?? Pro Ahok ya?? antek Jokowi ya?? Antek aseng ya???  Adek nya Ahok ya?? Bruce Lee ya?? Lim Swi King ya??  Walah.., bukan kok. Saya Cuma orang Indonesia yang coba menghargai segala bentuk perananan nenek moyang kita dahulu terlepas dari suku dan rasnya. Coba deh sejenak  kita singkirkan sentimen ras yang dipupuk subur oleh rezim Soeharto yang coba diulang sebagai senjata kampanye oleh Timses menantunya beberapa puluh tahun kemudian. Soto ini mungkin banyak yang tidak menyadari asal muasalnya karena sudah terlanjur melekat dengan budaya lokal nusantara. Tapi jangan lupa, kata orang bule there's nothing new under the sun. Kalo kamu pikir soto itu asli hidangan Madura, Surabaya, Betawi ataupun daerah lain di Indonesia, itu sama saja kaya kamu beranggapan kalo Joy Tobing lah pemenang Indonesian Idol edisi pertama. Keliru Bung. 


Kalo mau dirunut sampe akar mungkin juga soto gak betul-betul berasal dari Tiongkok, tapi mungkin varian masakan bangsa Viking yang barbar dalam mengolah asal-asalan sisa tulang belulang manusia yang selesai mereka habisi. Lantas saat pemimpin bangsa Viking menemui Genghis Khan di perbatasan Mongolia, dibawalah soto serantang sebagai compliment atas keramah tamahan suku barbar dataran Cina tersebut. Kemudian Genghis Khan yang  kagum akan keunikan rasa kaldu manusia yang diolah dengan minyak dan garam mulai memerintahkan juru masak di wilayah kekuasaannya untuk meniru menu serupa dengan menggunakan daging sapi atau babi. Peristiwa barusan memang  terdengar sangat ganjil tapi bisa saja benar-benar terjadi di dunia yang gila ini, hanya mungkin gak bisa ditemukan literatur yang sahih atas peristiwa tersebut. Jadi mari kita bahas asal usul soto dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan saja, kaya wikipedia misalnya.


Menurut Dennys Lombard, soto itu adalah awalnya hidangan Tionghoa yang bernama Caudo yang dipopulerkan di Semarang sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Makanan dengan bahan utama kaldu daging sapi/ayam/babi ini demikian disukai hingga warga asli Indonesia pun mengkonsumsi dan menyebut hidangan tersebut dengan soto. Kok bisa jadi soto?? Ya salahkan lidah orang Indonesia yang suka males nyebut istilah yang asing buat telinganya. Kalo Malih Tong-Tong aja bisa keliru mengeja Vincent (eks club80's) menjadi Kimsen, dimana salahnya Caudo  disebut  menjadi soto oleh lidah orang Semarang?? Nah kemudian dari Semarang itulah soto alias Caudo menyebar keseluruh penjuru negeri. Kalo kamu kurang percaya sama Dennys Lombard hanya karena dia kafir, coba deh gunain sedikit ilmu analisamu. Sedikit aja, mari kita berdeduksi layaknya Sherlock Holmes  detektif  fiktif yang kafir juga itu. Terlepas dari daerah asalnya, mari coba kita urai apa saja isi dari soto itu. Untuk departemen lemak soto mempunyai isi yaitu daging ayam atau sapi, kambing, kikil dan juga jeroan. Dari seksi sayuran, biasanya soto berisi kol, tauge, tomat, dan lobak. Di wilayah karbohidrat diwakili dengan bihun, soun dan mie kuning. Kadang ada potongan kentang rebus dan perkedel juga. Pendampingnya selalu ada bawang goreng, sambal, jeruk nipis dan taburan daun bawang sebagai penambah aroma. Oh jangan lupa krupuk atau emping. Tiada lengkap hidangan nusantara tanpa kehadiran duo bangsat itu. 


Selanjutnya mari kita menganalisa, apa kesamaan isi dari semua soto yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini. Yup benar, penggunaan mie atau soun. Ada beberapa soto yang tidak menggunakan mie seperti soto daerah Sulawesi yang sumber karbohidrat nya diganti dengan buras atau lontong, namun pada umumnya soto menggunakan mie atau bihun sebagai sarana pengenyang perut. Hanya orang gila yang gak tahu siapa bangsa yang mempopulerkan mie pertama kali. Kalo masih gak percaya juga, mari kita pakai analisa yang lebih tajam dan dalam lagi.Ini berkaitan dengan kebiasaan makan dan kultur perut bangsa Indonesia. Ditelisik dari isian dan pendampingnya, Caudo atau soto ini diplot orang Tiongkok memang khusus untuk makanan utama. Coba kamu lihat beberapa menu soto yang meriah dan tentu saja mengenyangkan. Nah, setahu saya sih gak ada orang Tiongkok yang makan mie rebus pake nasi. Karena nasi masih satu departemen dengan mie. Sama-sama karbohidrat. Pernah gitu kamu liat di film-film kungfu ada jagoannya makan nasi pake lauk mie?? Gak ada lah, karena cuma orang Indonesia yang kelaguannya kaya begitu. Jelas sudah kalau soto a.k.a Caudo ini ciptaan orang Cina untuk hidangan makan utama, namun karena orang Indonesia lekat dengan budaya nasi, ya bagaimanapun soto bentuk dan isinya tetap saja menjadi lauk pendamping nasi.


Gimana, masih berpikir saya mempropagandakan budaya Tionghoa?? Gak usah sedih, ibu kandungnya Pak Prabowo juga campuran Manado-Cina kok. Lagipula ada juga yang menyebut soto itu perpaduan budaya nusantara dengan India ditilik dari bumbunya yang menyerupai kare. Nah daripada kamu sedih dan bermuram durja mendingan langsung aja cari warung soto terdekat dari kantormu, mumpung jam makan siang juga belum berlalu. Gak tau juga mau makan dimana?? Duh, kamu ini jangan-jangan lebih merana daripada bayi-bayi Papua yang sama sekali gak bisa nikmatin harta melimpah yang tersimpan di tanah nenek moyangnya. Nih sekalian deh saya kasih rekomendasi makan Soto Mie Bogor yang enak untuk kamu yang ngantor di seputaran Tebet. Nama tempatnya makannya sih standar kaya tukang soto pada umumnya. Soto Mie Bogor. Di daerah Tebet tukang Soto Mie ini memang over kuota. Dan kadang mereka menambah embel-embel "asli Bogor" di warung atau gerobag untuk meyakinkan sejumlah konsumen yang masih ragu akan pilihan hatinya. Tapi di Tebet Barat III, hanya selemparan sempak Hulk Hogan jaraknya dengan kantor saya, kamu bisa menemukan Soto Mie yang endeus dan porsinya lumayan bisa merusak jadwal diet yang dikasih oleh Personal Trainer bulutangkis kamu yang kekar itu.


Di warung Soto Mie Bogor ini kamu bisa mendapatkan semangkuk soto dengan isian lengkap menggunung hanya dengan mengelurkan selembar uang 20 ribuan saja. Sudah termasuk nasi dan teh tawar hangat untuk kamu yang selalu "dingin". Seperti umumnya soto mie Bogor, dalam satu mangkok kita bisa menemukan soun, mie kuning, irisan kol, tomat, daging sandung lamur dengan potongan cukup besar, dan juga risol.

                                                                        Soto Mie semangkok, plus nasi

Khusus untuk nama yang terakhir, inilah yang paling spesial dari warung yang buka pagi hingga jam sembilan malam ini. Risol disini ukurannya lumayan besar dan tingkat kerenyahannya juga pas. Kulit risol yang krenyes-krenyes berpadu dengan kuah soto yang segar bagaikan Ricky Subagja dan Rexy Mainaki di era jayanya. Saling melengkapi. Saking istimewanya kehadiran risol di warung ini, sampai-sampai si risol bisa dibeli secara terpisah dengan harga seribu rupiah saja. Jadi buat kamu penggila risol, disini kamu bebas ngamuk dan oversize risol dalam soto menjadi 10 buah misalnya. Jadi isi sotonya risol doang sama kuah. Bebas, Bung. Ini negara demokrasi, kegilaanmu selama gak kriminal dijamin haknya oleh negara.

                                                                             Check these risols out!!!

Dan khusus untuk saya yang punya lidah Minang kadung terbiasa dengan citarasa asin, soto mie disini bisa dibilang memiliki tingkat keasinan yang pas. Ada beberapa tempat makan soto dimana saya pasti menambah garam supaya enak di lidah. Tapi tidak disini. Abang soto mie seolah membaca raut muka saya yang gak doyan makanan dengan citarasa tanggung. Sepanjang sejarah makan soto, hanya ada dua atau tiga tempat saja saya gak pernah menambah garam, salah satunya soto mie Bogor Tebet Barat ini. Perfect. 


Dan walaupun soto kini telah naik pangkat menjadi hidangan yang disajikan dengan tampilan yang aduhai di resto maupun hotel, kenikmatan menyeruput kuah panas nan pedas sambil menyeka keringat di kening itu tiada tandingannya. Gak heran kalau warung soto yang sempit, pengap dan terkesan jorok malah bisa mengundang banyak pelanggan dibanding dengan gambar cantik semangkuk soto di halaman sosmed sebuah restoran. Makanya menikmati Soto Mie Tebet Barat ini sangat dianjurkan ketika cuaca mendung. Tidak peduli apa agama, suku dan ras nenek moyangmu, perpaduan udara sejuk dengan kuah soto dan pengapnya tempat makan pasti membuat kamu menjadi kalap, lupa norma sosial dan bertingkah layaknya kaum pemangsa manusia di pedalaman Afrika sana. 


Well.., suka atau tidak suka, faktanya di dalam semangkuk soto terjadi berbagai macam peristiwa dan akulturasi budaya yang saat ini kita gemar perdebatkan. Lalu, pertanyaannya adalah “kalau soto yang kita makan tiap hari buatan orang Cina, terus ngapain orang-orang sibuk demo boikot fastfood produksi Amerika???”.  Aaah, saya jadi teringat ungkapan seorang filusuf Perancis abad pertengahan, Voltaire.  Kata nya, "dihadapan semangkuk soto , semua agama adalah sama".

7 komentar:

  1. Oke cips..
    Cihuy juga lho..
    Bahas lainnya lg yg ga kalah seru..

    BalasHapus
  2. Oke cips..
    Cihuy juga lho..
    Bahas lainnya lg yg ga kalah seru..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ka Bangun yang dokter,
      Besok deh nulis tentang makanan lain. Atau ada request mau bahas makanan apa gitu??

      Hapus
    2. dr.bangun gak mau request.. biar gwe aja yang request abang armando..

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  3. Mbah Chairul yg budiman,
    Silahkan rekues ajaah..

    BalasHapus
  4. Saik. Soto adalah salah satu comfort food kaporit ane. Salam bonga-bonga.

    -gaung nugraha-

    BalasHapus