Beberapa
hari ini dunia (maya) kita dihebohkan oleh beberapa kejadian yang sebenarnya
sih nggak heboh-heboh amat, tapi diberitakan oleh dunia (maya) dalam berita
secara bombastis dan agak nganu. Kenapa nganu?? Ya sebab memang akhir-akhir ini
banyak berita yang kontennya nganu. Saya pun pusing setiap hari melihat ratusan
bahkan ribuan berita nggak penting dan nggak ngefek ke kehidupan sehari-hari
saya diposting di berbagai patform media (sosial). Mungkin memang saya yang
kurang gaul atau mereka yang kurang pintar ya saya juga kurang faham.
Dua
berita paling spektapeler (ya saya nulis ini PELER, nggak typo) yang sedang
hangat menghiasi layar kaca (henfon kita) adalah berita kudeta yang gagal di
Turki. Dan yang satu lagi adalah tentang game –yang nggak seru-seru amat tapi
jadi hits hanya kerena sembari maen bisa sambil skrinsyut buat di path-
bergenre kejar daku kau kutangkap dengan tajuk Pokemon Go.
Berita
nomer satu. Kudeta di Turki. Langsung aja yah. Who the fuck are they?? What the
fuck they’ve done??? What the hell is happened?? Where the hell is Turkey on
Google Map?? Where is the fucking correlation about the coup and my life?? Do I
give a single fuck?? Hell NO!! Sepanjang timnas Turki masih masuk Euro bahkan
World Cup, ya artinya mereka live a happy life lah dibanding masyarakat
sepakbola kita yang alih-alih ikut piala Jules Rimet malah jadi njelimet campur
politik sampe di banned segala. Sisanya saya otomatis nggak peduli karena itu
urusan dapur politik negara mereka.
Berita
kedua yang nggak kalah spektapeler ialah kehadiran game Pokemon Go yang
lagi-lagi sampe detik ini nggak menarik buat saya (nggak tahu besok).
Dimana-mana tampak orang memainkan game yang dulunya nggak digemari ini.
Seinget saya sih, dulu gamer-gamer yang main pokemon itu cuma game-geek yang
mukanya culun-culun kaya anak-anak Tionghoa yang terisolasi karena nggak ditemenin.
Lha memang begitu kenyataannya. Dimana kerennya game ngumpulin monster yang
lebih mirip gambar graffiti tembok PAUD??? Dimana hah?? Saya memang gamer. Tapi
dari kasta gamer keren, terpelajar nan gaul. Game yang saya mainin itu Metal
Gear Solid, PES, Silent Hill dan Resident Evil. Pokemon ya itu tadi, mainan
bocah sama gamer-gamer geek yang culun. Nggak ada macho-machonya lah. Makanya
sekarang saya kaget juga melihat animo masyarakat dunia (maya) yang seperti
terbius oleh kehadiran Pikachu lewat teknologi AR ini.
Usut
punya usut sih, yang kemudian digabungkan dengan asumsi dan penelitian kecil-kecilan
saya terhadap game atau aplikasi sejenis yang juga booming, saya menemukan satu
kesimpulan yang terlihat masuk akal sejauh ini. Ternyata apapun yang dikemas
dengan balutan teknologi terkini plus sedikit ramuan eksistensi akan laris
dipasaran. Meskipun kadang konten dari aplikasi atau game-nya sendiri, ya biasa
saja. Tapi jika aplikasi atau game tersebut mampu mendongkrak eksistensi dan
sukur-sukur melompat kelas sosial, niscaya bakal laris manis seperti donat J-co
waktu baru muncul di Depok. Kalau dahulu kala kita mengenal ada foursquare dimana
pengguna bisa cek in sana-sini yang berakibat pada kesan “beredar” yang
ditimbulkan. Beberapa tahun kemudian muncul Path yang menyempurnakan fitur cek
in, foto kekinian dan tag beberapa kawan sekaligus (sekarang malah hadir fitur
path daily, dimana curhatanmu dipasangin foto-foto yang kadang nggak nyambung).
Ramuan sempurna. Untuk orang Indonesia yang sebagian masa dewasanya dihabiskan
untuk pamer. Sampai ada istilah kalimat dalam bahasa Inggris untuk
mengungkapkan kenaifan serta hiprokisi ala bangsa Indonesia.
“You
buy things you don’t need, with money you don’t have, to impress people you
don’t like”. Yang artinya orang Indonesia riya, lagi munafikun.
Ooow,
tapi tenang. Selalu ada secercah harapan dalam sebuah kebusukan. Selalu ada
terang sehabis malam. Selalu ada acar timun ditengah nasi kebuli full
kolesterol. Anomali dalam suatu hal pasti ada. Contohnya saya. Dulu waktu orang
berbondong-bondong pake Blackberry saya pake Samsung. Saat orang ramai-ramai
migrasi ke android saya baru beli Blackberry. Dan saat orang beli Samsung, saya
milih Nokia. Persis saat orang gandrung main pokemon, saya malah baru main
tetris nih.
Oke.
Tampaknya sih bukan cuma saya saja yang nggak terlalu peduli dengan trend
Pokemon Go ini. Ada beberapa orang yang saya kenal juga mengungkapkan
alasan-alasan kenapa mereka nggak ikutan trend bermain game yang asalnya dari
Jepang itu. Karena saya baik hati, saya rangkumin aja deh sekalian alasannya.
Silahkan disimak dengan seksama. 10Alasan kenapa kamu nggak perlu main Pokemon
Go.
Alasan
pertama. Pokemon menyita waktu produktif.
Ini
alasan yang memang paling masuk akal. Entah kamu memang nganggur atau kamu
angota MLM dengan pangkat Diamond Manager, sehingga kamu nggak perlu mengejar
uang. Karena uang yang biasanya mengejar kamu. Maka dari itu kamu butuh sesuatu
yang dikejar selain uang. Ketika Pokemon Go muncul, -walaupun masih edisi
bajakan- itulah yang kamu jadikan subtitusi sebagai objek fetismu yang wajib
dikejar.
Alasan
kedua. Pokemon game alay.
Believe
me or not, ada temen saya yang nggak maen Pokemon Go simply karena dia merasa
itu adalah game alay. Setelah dipikir masak-masak ada benarnya juga. Alay itu
cenderung mengerubuti trend. Seperti laler merubung tai. Jangan Pokemon Go yang cuma aplikasi, agama
aja sekarang ada alaynya. Saya menyebut mereka “alay reliji” atau bahasa
inggrisnya “ religion hipster”. Eh ada nggak sih istilah religion hipster??
Hahahahaha. Ya pokoknya gitu lah, sekelompok orang yang saling hina atas nama
agama terus hobinya nggak siang nggak malem, nggak musim kampanye, nggak musim salak,
kerjanya bandingin agama dan ujung-ujungnya jadi buzzer gratis oleh Partai
berlandaskan agama.
Alasan
ketiga. Pokemon bikin kamu ketergantungan gadget.
Ini
alasan sepupu saya. Umurnya baru 21 tahun. Seumur dengan alay-alay nomer dua
diatas. Tapi dengan dewasa dan kebapakan dia mengungkapkan alasannya ke saya
bahwa Pokemon Go hanya membuat kita ketergantungan pada ponsel dan menjadi
individualis. Kalau ada pria dewasa umur 35 tahun yang ngejar Pokemon sampe ke
Monas merasa tertampar dengan statement sepupu saya barusan ya maaf saja.
Karena saya rasa sepupu saya benar dalam hal ini. Kecanduan narkotik, ganja,
minuman keras, seks, dan perempuan itu masih masuk akal buat saya. Rock n Roll
sekali. Sangat macho. Kecanduan Pokemon??? Halooo?? Waktu SMA kamu ngapain?? Bikin
PR sambil nonton NICKELODEON????
Alasan
keempat. Setia dengan game yang lebih dulu eksis.
Nah
ini alasan yang disampaikan oleh orang yang juga kebetulan suka main game
melalui gadget. Ibarat pasangan, orang yang kaya gini nggak gampang bosen dan
cenderung setia. Tipe yang begini nggak gampang ganti kesukaan walaupun trend
sedang melanda. Katanya dia terlampau sayang dengan game yang sudah dimainkan
jauh sebelum Pokemon Go hadir. Cerminan orang yang males mulai hal baru kalau
sudah nyaman dengan yang lama. Nah tipe gamer yang ini cocok dijadiin partner
ronda tengah malem. Sama COC aja dia nggak bosen, apalagi sama kamu.
Alasan
kelima. Pokemon mengandung sejumlah konspirasi dan mungkin minyak babi.
Ini
mungkin termasuk alasan yang agak absurd dibanding yang lain. Tapi percayalah,
ada sekelompok orang di belahan bumi lain yang meyakini ini adalah kebenaran
yang hakiki. Dikatakan Pokemon adalah sebuah frasa dari bahasa Yahudi, Syria
atau Madura saya pribadi nggak terlalu paham. Arti Pokemon konon berlawanan
dengan iman kita selaku Muslim. Yang saya tahu sih Pokemon nggak mengandung
babi, atau ada jangan-jangan monster babi???
Alasan
keenam. Main Pokemon bikin gadget tambah lemot dan boros baterai.
Ini
sih bukan cuma karena main Pokemon Go. Stalking Instagram mantan pacar juga
bikin baterai dan paket internet kamu habis. Tapi okelah, alasan ini masih
boleh diterima karena kenyataannya memang demikian. Terutama buat kamu-kamu
yang bukan penggiat teknologi yang
selalu update dengan gawai keluaran terbaru. Kasian kan Samsung Galaxy Young
kamu dibuat main Pokemon Go. BTW, Pokemon Go bisa nggak sih install di Galaxy
Young??
Alasan
ketujuh. Mencari Pokemon bikin kamu lupa mencari jodoh.
Ini
adalah alasan yang sangat esensi dikala umur kamu 32 tahun dan masih sendiri.
Bermain Pokemon hanya membuat kamu delusi semakin akut bahwa kamu nyaman dengan
kalimat bernuansa naïf semisal “sendiri
lebih baik”. Apalah arti monster berbagai jenis bersemayam di dalam gadget-mu,
sementara hatimu sepi, kosong, hampa, berdebu dan bersarang laba-laba. Kapan
terakhir kamu kencan dengan lawan jenis?? Kapan terakhir kamu tangkep jenis
pokemon langka?? Silahkan direnungkan dua pertanyaan diatas. Mana yang lebih
dirasa penting.
Alasan
kedelapan. Pokemon (sejauh ini) nggak ngasilin duit.
Berbeda
dengan game-game dari platform PC semisal Poker online, Ragnarok, Point Blank
yang nyata dikompetisikan dengan hadiah yang lumayan bikin bergidik, Pokemon Go
belum ada tanda kesitu. Walaupun nggak menutup kemungkinan jika suatu hari game
ini ditunggangi kepentingan-kepentingan bisnis yang membuat pemainnya bisa
menjadi gamer professional. Tapi mengingat teknologi gadget mudah berganti
seperti kulit bunglon, rasa-rasanya sulit membuat game ini bertahan lama.
Ingat, 80 persen player di Pokemon Go adalah orang-orang yang jelas bukan die
hard fans serial Pokemon. Bahkan bukan penggemar game. Ramalan saya sih,
Pokemon Go ini mirip seperti kasus dua pemeran “Bandung Lautan Asmara”. Sempat booming
lalu hilang entah kemana rimbanya.
Alasan
kesembilan. Kamu bukan gamer, bukan pula hipster.
Ini
sudah jelas. Diantara gelombang kebodohan yang selalu ditiupkan oleh agen-agen
propaganda medsos, kamu tetap berdiri tegak dengan pendirianmu. Ciri karakter
seperti ini adalah tidak suka share berita nggak jelas. Tidak berpihak kepada
sisi yang bertikai, bahkan tidak ikut pemilu. Buat orang seperti ini, trend
(baik berupa game, arah haluan politik ataupun gaya hidup) cuma angin lewat
yang nggak perlu dipedulikan. Fokus dengan tujuan, persetan dengan trend dan
urusan orang. Salut.
Alasan
kesepuluh. Pokemon is not your cup of tea.
We
all love tea, don’t we?? But we’re not taking every single tea that serves. You
might like that tea but you think of something smarter so you leave the cup
cold. What world brings to you isn’t enough if you always spill your drink at
dinner. Go find the cup of yours. Never waste your time at mine, or his, her,
them, and everyone else. You’re not what they wanted you to be. You are
something else. You’re fucking original. Do I make myself clear???
Nah,
kira-kira begitulah alasan yang bisa saya rangkum dari perbincangan singkat
dengan orang-orang yang tidak merasa penting untuk ikut meramaikan “demam”
Pokemon Go. Kembali lagi kepada individu merdeka yang berhak menentukan apa
yang baik dan buruk buat mereka. Tapi saya punya keyakinan kecil bahwa setelah
tulisan ini terbaca tuntas mungkin kamu akan berpikir dan bertanya dalam hati.
“Saya
yang main Pokemon?? Atau Pokemon yang mempermainkan saya??”.
Ane ga perlu 10 alasan, cukup satu kalimat sakti dari ente yg semoga bisa noyor jidad kita semua klo riya itu mudarot!
BalasHapus“You buy things you don’t need, with money you don’t have, to impress people you don’t like”.
Barakallah
Insya Allah.. saik
BalasHapusRingan,mengelitik dan sesuai dengan kondisi yang ada..lanjutkan broth di tunggu tulisan selanjutnya salam "spektapeler".
BalasHapusMas anonimus : Gue tau nih yang salamnya begini-gini nih. Huueueuee.. Tengkyu brok. Ditunggu aja yes.
BalasHapusDisini saya akan mengomentari langsung kepada substansi Pokemon Go, karena saya sudah sangat sibuk mengurusi negara saya sendiri dan menurut saya apa yang terjadi di Turki bukan hal yang penting untuk dibahas di blog yg urgensi nya juga tidak begitu crucial. Sah-sah saja apa yang diutarakan Saudara Penulis mengenai eksistensi dari Fenomena Pokemon Go, walaupun tendensi nya cenderung skeptis dan kontra. Saya percaya, setiap produk konvergensi teknologi yang diciptakan manusia, awalnya pasti ada niatan baik nya. Tergantung bagaimana kedewasaan dan kebijaksanaan kita menyikapi dan menggunakannya. Dari artikel-artikel yang saya baca dan menurut pendapat pribadi, banyak juga maanfaat dari game ini (1) pernah ada yg gak sengaja menemukan jodoh sewaktu mencari monster (2) ada anak kecil yg menemukan sekarung uang di tempat sampah sewaktu mencari monster (3)bisa meminimalisir modarot dari game online yg dimainkan di warnet2 cabul (4) bisa meminimalisir orang2 yang kecanduan situs bokep (5)mendorong perndapatan APBD Jakarta jika ahok mengeksekusi ide Pokemon Go dalam kaitan dengan promosi pariwisata (6)menjadikan orang yang mager supaya bergerak, itung2 olah raga (7) menambah sosialisasi melalui komunitas, networking bisa menghasilkan uang juga loh! (8)MENGURANGI NONTON TV, NONTON SINETRON, GOSIP SELEBRITIS, DAN ACARA2 TV YG FAK YU nya KEBANGETAN (9) et cetra, blabla
BalasHapusnah untuk masalah ketergantungan dan wasting of time, diserahkan kepada masing2 orang lah, dewasalah dalam bertindak. .Too much of something ( in the term of everything not only pokemon Go!) is always bad enough, rite?? jika menurut kalian Fun! yaa mainkan saja...sekian dulu dari saya, mohon maaf jika ada hal2 yg kurang berkenan.
*there is a silver lining in every cloud and remember, there is a cloud too in very silver lining*
peace, love and gaul
-didi -
Kak Didi yang bijak : Saya nggak pernah nyangka kalo kakak skritis ini. Saya kira kakak nggak terlalu perhatian dengan isyu-isyu sosial karena terlalu sibuk dengan urusan negara.
BalasHapusBener banget, sesuatu yang berlebihan memang nggak baik yes. Ini sih saya cuma mencoba mencari-cari alasan dari sudut orang yang nggak terkena imbas demam Pikachu en de geng. Sisanya ya for fun ajah.
Btw, inget nggak kak, dulu kita nonton filem kungfu antah berantah di bioskop Megaria. Saya nyesel abis peristiwa itu nggak ngecengin kakak sekalian.
You're such a smart girl, or mom by now.
Ton of thanks.
-Ando-
Ah dasar kampungan loh... lu bilang game itu(pokemon) alay? Gak jelas? Atau temen lo yang bilang gitu?? Kalo elo ngerasa "risih" / "jijik" gak usah di ekspose justru elo sendiri yang ALAY dasar kampungan loh!
BalasHapusYoi, pokemon kan game alay..
Hapus