Soto, siapa yang gak kenal
makanan jahanam ini?? Disajikan dengan kuah hangat hasil rebusan daging sapi
maupun ayam, dijamin makanan satu ini selalu masuk list makan siang pegawai
kantoran seperti saya dan mungkin juga kamu. Iya betul, sepakat atau tidak soto
telah mewarnai lembaran jam-jam makan siang kita semua. Taste nya yang Indonesia banget membuat soto mampu melintasi kelas
strata sosial dengan gemilang. Ibarat musik, soto ini bisa diibaratkan sebagai
musik pop. Mulai dari kuli dan working class yang biasa menikmati soto di
warung-warung sempit pinggir terminal dengan bau pesing yang sebenarnya bisa
membunuh selera makan , hingga menembus relung-relung gaul sosialita yang suka
menyantap makanan khas nusantara ini di Resto berkelas kota besar seperti Jakarta.
Melintasi kelas sosial sekaligus
generasi, soto tetap bertahan dan bahkan semakin garang merobek-robek dominasi fast food
yang digadang-gadang menjadi solusi cepat untuk pegawai ataupun mahasiswa yang
tidak punya banyak waktu untuk makan siang. Beda dengan eksekutif muda yang
biasa makan siang sambil meeting haha-hihi dengan klien ataupun investor
potensial, kelas pegawai menengah biasanya tidak punya cukup waktu untuk
masalah "leyeh-leyeh" siang kecuali mereka punya mental baja yang siap
kapan saja disemprot atasan.
Namun begitu, ada sebagian kecil dari pegawai "berani mati" diatas yang tetap ngotot rela berlama-lama ngantri dengan risiko kena omel hanya untuk menunggu seporsi soto Surabaya yang disajikan oleh pedagang soto grobag. Di kawasan Simprug Senayan, ada satu grobag soto yang kalo orang mau makan harus nunggu orang yang lain kelar duluan. Aroma gurih kuah kaldu ayam bercampur keringat yang terus mengocor karena gerah tidak menyurutkan tekad konsumen yang rata-rata bekerja di wilayah Permata Hijau dan sekitarnya itu. The Power of Soto.
Namun begitu, ada sebagian kecil dari pegawai "berani mati" diatas yang tetap ngotot rela berlama-lama ngantri dengan risiko kena omel hanya untuk menunggu seporsi soto Surabaya yang disajikan oleh pedagang soto grobag. Di kawasan Simprug Senayan, ada satu grobag soto yang kalo orang mau makan harus nunggu orang yang lain kelar duluan. Aroma gurih kuah kaldu ayam bercampur keringat yang terus mengocor karena gerah tidak menyurutkan tekad konsumen yang rata-rata bekerja di wilayah Permata Hijau dan sekitarnya itu. The Power of Soto.
Nah, tahukah kamu kalo kebahagian
kita saat mencicip kuah kuning khas soto itu semua berawal dari orang-orang
etnis Tionghoa. Lho kok Tionghoa??? Ini penulisnya orang Tionghoa ya?? Pro Ahok
ya?? antek Jokowi ya?? Antek aseng ya??? Adek nya Ahok ya?? Bruce Lee ya?? Lim Swi King
ya?? Walah.., bukan kok. Saya Cuma orang
Indonesia yang coba menghargai segala bentuk perananan nenek moyang kita dahulu
terlepas dari suku dan rasnya. Coba deh sejenak kita singkirkan sentimen ras yang dipupuk
subur oleh rezim Soeharto yang coba diulang sebagai senjata kampanye oleh
Timses menantunya beberapa puluh tahun kemudian. Soto ini mungkin banyak yang
tidak menyadari asal muasalnya karena sudah terlanjur melekat dengan budaya
lokal nusantara. Tapi jangan lupa, kata orang bule there's nothing new under
the sun. Kalo kamu pikir soto itu asli hidangan Madura, Surabaya,
Betawi ataupun daerah lain di Indonesia, itu sama saja kaya kamu beranggapan
kalo Joy Tobing lah pemenang Indonesian Idol edisi pertama. Keliru Bung.
Kalo mau dirunut sampe akar mungkin juga soto gak betul-betul berasal dari Tiongkok, tapi mungkin varian masakan bangsa Viking yang barbar dalam mengolah asal-asalan sisa tulang belulang manusia yang selesai mereka habisi. Lantas saat pemimpin bangsa Viking menemui Genghis Khan di perbatasan Mongolia, dibawalah soto serantang sebagai compliment atas keramah tamahan suku barbar dataran Cina tersebut. Kemudian Genghis Khan yang kagum akan keunikan rasa kaldu manusia yang diolah dengan minyak dan garam mulai memerintahkan juru masak di wilayah kekuasaannya untuk meniru menu serupa dengan menggunakan daging sapi atau babi. Peristiwa barusan memang terdengar sangat ganjil tapi bisa saja benar-benar terjadi di dunia yang gila ini, hanya mungkin gak bisa ditemukan literatur yang sahih atas peristiwa tersebut. Jadi mari kita bahas asal usul soto dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan saja, kaya wikipedia misalnya.
Kalo mau dirunut sampe akar mungkin juga soto gak betul-betul berasal dari Tiongkok, tapi mungkin varian masakan bangsa Viking yang barbar dalam mengolah asal-asalan sisa tulang belulang manusia yang selesai mereka habisi. Lantas saat pemimpin bangsa Viking menemui Genghis Khan di perbatasan Mongolia, dibawalah soto serantang sebagai compliment atas keramah tamahan suku barbar dataran Cina tersebut. Kemudian Genghis Khan yang kagum akan keunikan rasa kaldu manusia yang diolah dengan minyak dan garam mulai memerintahkan juru masak di wilayah kekuasaannya untuk meniru menu serupa dengan menggunakan daging sapi atau babi. Peristiwa barusan memang terdengar sangat ganjil tapi bisa saja benar-benar terjadi di dunia yang gila ini, hanya mungkin gak bisa ditemukan literatur yang sahih atas peristiwa tersebut. Jadi mari kita bahas asal usul soto dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan saja, kaya wikipedia misalnya.
Menurut Dennys Lombard, soto
itu adalah awalnya hidangan Tionghoa yang bernama Caudo yang dipopulerkan di
Semarang sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Makanan dengan bahan utama
kaldu daging sapi/ayam/babi ini demikian disukai hingga warga asli Indonesia
pun mengkonsumsi dan menyebut hidangan tersebut dengan soto. Kok bisa jadi
soto?? Ya salahkan lidah orang Indonesia yang suka males nyebut istilah yang
asing buat telinganya. Kalo Malih Tong-Tong aja bisa keliru mengeja Vincent
(eks club80's) menjadi Kimsen, dimana salahnya Caudo disebut menjadi soto oleh lidah orang Semarang?? Nah
kemudian dari Semarang itulah soto alias Caudo menyebar keseluruh penjuru
negeri. Kalo kamu kurang percaya sama Dennys Lombard hanya karena dia kafir,
coba deh gunain sedikit ilmu analisamu. Sedikit aja, mari kita berdeduksi
layaknya Sherlock Holmes detektif fiktif yang kafir juga itu. Terlepas dari
daerah asalnya, mari coba kita urai apa saja isi dari soto itu. Untuk
departemen lemak soto mempunyai isi yaitu daging ayam atau sapi, kambing, kikil
dan juga jeroan. Dari seksi sayuran, biasanya soto berisi kol, tauge, tomat,
dan lobak. Di wilayah karbohidrat diwakili dengan bihun, soun dan mie kuning.
Kadang ada potongan kentang rebus dan perkedel juga. Pendampingnya selalu ada
bawang goreng, sambal, jeruk nipis dan taburan daun bawang sebagai penambah
aroma. Oh jangan lupa krupuk atau emping. Tiada lengkap hidangan nusantara
tanpa kehadiran duo bangsat itu.
Selanjutnya mari kita menganalisa, apa kesamaan isi dari semua soto yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini. Yup benar, penggunaan mie atau soun. Ada beberapa soto yang tidak menggunakan mie seperti soto daerah Sulawesi yang sumber karbohidrat nya diganti dengan buras atau lontong, namun pada umumnya soto menggunakan mie atau bihun sebagai sarana pengenyang perut. Hanya orang gila yang gak tahu siapa bangsa yang mempopulerkan mie pertama kali. Kalo masih gak percaya juga, mari kita pakai analisa yang lebih tajam dan dalam lagi.Ini berkaitan dengan kebiasaan makan dan kultur perut bangsa Indonesia. Ditelisik dari isian dan pendampingnya, Caudo atau soto ini diplot orang Tiongkok memang khusus untuk makanan utama. Coba kamu lihat beberapa menu soto yang meriah dan tentu saja mengenyangkan. Nah, setahu saya sih gak ada orang Tiongkok yang makan mie rebus pake nasi. Karena nasi masih satu departemen dengan mie. Sama-sama karbohidrat. Pernah gitu kamu liat di film-film kungfu ada jagoannya makan nasi pake lauk mie?? Gak ada lah, karena cuma orang Indonesia yang kelaguannya kaya begitu. Jelas sudah kalau soto a.k.a Caudo ini ciptaan orang Cina untuk hidangan makan utama, namun karena orang Indonesia lekat dengan budaya nasi, ya bagaimanapun soto bentuk dan isinya tetap saja menjadi lauk pendamping nasi.
Selanjutnya mari kita menganalisa, apa kesamaan isi dari semua soto yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini. Yup benar, penggunaan mie atau soun. Ada beberapa soto yang tidak menggunakan mie seperti soto daerah Sulawesi yang sumber karbohidrat nya diganti dengan buras atau lontong, namun pada umumnya soto menggunakan mie atau bihun sebagai sarana pengenyang perut. Hanya orang gila yang gak tahu siapa bangsa yang mempopulerkan mie pertama kali. Kalo masih gak percaya juga, mari kita pakai analisa yang lebih tajam dan dalam lagi.Ini berkaitan dengan kebiasaan makan dan kultur perut bangsa Indonesia. Ditelisik dari isian dan pendampingnya, Caudo atau soto ini diplot orang Tiongkok memang khusus untuk makanan utama. Coba kamu lihat beberapa menu soto yang meriah dan tentu saja mengenyangkan. Nah, setahu saya sih gak ada orang Tiongkok yang makan mie rebus pake nasi. Karena nasi masih satu departemen dengan mie. Sama-sama karbohidrat. Pernah gitu kamu liat di film-film kungfu ada jagoannya makan nasi pake lauk mie?? Gak ada lah, karena cuma orang Indonesia yang kelaguannya kaya begitu. Jelas sudah kalau soto a.k.a Caudo ini ciptaan orang Cina untuk hidangan makan utama, namun karena orang Indonesia lekat dengan budaya nasi, ya bagaimanapun soto bentuk dan isinya tetap saja menjadi lauk pendamping nasi.
Gimana, masih berpikir saya
mempropagandakan budaya Tionghoa?? Gak usah sedih, ibu kandungnya Pak Prabowo
juga campuran Manado-Cina kok. Lagipula ada juga yang menyebut soto itu
perpaduan budaya nusantara dengan India ditilik dari bumbunya yang menyerupai
kare. Nah daripada kamu sedih dan bermuram durja mendingan langsung aja cari
warung soto terdekat dari kantormu, mumpung jam makan siang juga belum berlalu.
Gak tau juga mau makan dimana?? Duh, kamu ini jangan-jangan lebih merana
daripada bayi-bayi Papua yang sama sekali gak bisa nikmatin harta melimpah yang
tersimpan di tanah nenek moyangnya. Nih sekalian deh saya kasih rekomendasi
makan Soto Mie Bogor yang enak untuk kamu yang ngantor di seputaran Tebet. Nama
tempatnya makannya sih standar kaya tukang soto pada umumnya. Soto Mie Bogor.
Di daerah Tebet tukang Soto Mie ini memang over kuota. Dan kadang mereka
menambah embel-embel "asli Bogor" di warung atau gerobag untuk
meyakinkan sejumlah konsumen yang masih ragu akan pilihan hatinya. Tapi di
Tebet Barat III, hanya selemparan sempak Hulk Hogan jaraknya dengan kantor
saya, kamu bisa menemukan Soto Mie yang endeus dan porsinya lumayan bisa
merusak jadwal diet yang dikasih oleh Personal
Trainer bulutangkis kamu yang kekar
itu.
Di warung Soto Mie Bogor ini
kamu bisa mendapatkan semangkuk soto dengan isian lengkap menggunung hanya
dengan mengelurkan selembar uang 20 ribuan saja. Sudah termasuk nasi dan teh
tawar hangat untuk kamu yang selalu "dingin". Seperti umumnya soto
mie Bogor, dalam satu mangkok kita bisa menemukan soun, mie kuning, irisan kol,
tomat, daging sandung lamur dengan potongan cukup besar, dan juga risol.
Soto Mie semangkok, plus nasi
Khusus
untuk nama yang terakhir, inilah yang paling spesial dari warung yang buka pagi
hingga jam sembilan malam ini. Risol disini ukurannya lumayan besar dan tingkat
kerenyahannya juga pas. Kulit risol yang krenyes-krenyes berpadu dengan kuah
soto yang segar bagaikan Ricky Subagja dan Rexy Mainaki di era jayanya. Saling
melengkapi. Saking istimewanya kehadiran risol di warung ini, sampai-sampai si
risol bisa dibeli secara terpisah dengan harga seribu rupiah saja. Jadi buat
kamu penggila risol, disini kamu bebas ngamuk dan oversize risol dalam soto
menjadi 10 buah misalnya. Jadi isi sotonya risol doang sama kuah. Bebas, Bung.
Ini negara demokrasi, kegilaanmu selama gak kriminal dijamin haknya oleh
negara.
Check these risols out!!!
Dan khusus untuk saya yang punya lidah Minang kadung terbiasa dengan
citarasa asin, soto mie disini bisa dibilang memiliki tingkat keasinan yang
pas. Ada beberapa tempat makan soto dimana saya pasti menambah garam supaya
enak di lidah. Tapi tidak disini. Abang soto mie seolah membaca raut muka saya
yang gak doyan makanan dengan citarasa tanggung. Sepanjang sejarah makan soto,
hanya ada dua atau tiga tempat saja saya gak pernah menambah garam, salah
satunya soto mie Bogor Tebet Barat ini. Perfect.
Dan walaupun soto kini telah
naik pangkat menjadi hidangan yang disajikan dengan tampilan yang aduhai di
resto maupun hotel, kenikmatan menyeruput kuah panas nan pedas sambil menyeka
keringat di kening itu tiada tandingannya. Gak heran kalau warung soto yang
sempit, pengap dan terkesan jorok malah bisa mengundang banyak pelanggan
dibanding dengan gambar cantik semangkuk soto di halaman sosmed sebuah restoran.
Makanya menikmati Soto Mie Tebet Barat ini sangat dianjurkan ketika cuaca
mendung. Tidak peduli apa agama, suku dan ras nenek moyangmu, perpaduan udara
sejuk dengan kuah soto dan pengapnya tempat makan pasti membuat kamu menjadi
kalap, lupa norma sosial dan bertingkah layaknya kaum pemangsa manusia di
pedalaman Afrika sana.
Well.., suka atau tidak suka,
faktanya di dalam semangkuk soto terjadi berbagai macam peristiwa dan
akulturasi budaya yang saat ini kita gemar perdebatkan. Lalu, pertanyaannya
adalah “kalau soto yang kita makan tiap hari buatan orang Cina, terus ngapain orang-orang sibuk demo boikot fastfood produksi Amerika???”. Aaah, saya jadi teringat ungkapan seorang
filusuf Perancis abad pertengahan, Voltaire. Kata nya, "dihadapan semangkuk soto , semua
agama adalah sama".
Oke cips..
BalasHapusCihuy juga lho..
Bahas lainnya lg yg ga kalah seru..
Oke cips..
BalasHapusCihuy juga lho..
Bahas lainnya lg yg ga kalah seru..
Ka Bangun yang dokter,
HapusBesok deh nulis tentang makanan lain. Atau ada request mau bahas makanan apa gitu??
dr.bangun gak mau request.. biar gwe aja yang request abang armando..
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMbah Chairul yg budiman,
BalasHapusSilahkan rekues ajaah..
Saik. Soto adalah salah satu comfort food kaporit ane. Salam bonga-bonga.
BalasHapus-gaung nugraha-