Seperti kata Rahung Nasution, seorang juru masak eksentrik di dalam akun
instagram nya "memasak itu merawat ingatan". Sebuah ungkapan yang
tulus dan jujur perihal masak memasak. Tanpa embel-embel retorika kuno yang
lazimnya didengung dengungkan oleh orang-orang yang katanya cinta budaya lokal,
sang koki "jalanan" dengan lugas menyatakan kecintaan nya terhadap
memasak dalam kalimat tersebut diatas. Dan saya pun langsung setuju. Kenapa??
Mungkin sebagian dari kita tidak pernah menyicip getirnya rasa andaliman di
dalam sepiring ayam pinadar, asam nya durian fermentasi pada sambal tempoyak,
dan pasti terlihat malu-malu jika ketahuan menyantap petai si buah
"laknat". Kita lebih sering
tertangkap basah menikmati steak, ramen, sushi, sam gye tang, kimchi dan segala
propaganda kapitalis tentang mana makanan yang masuk kategori modern, trendy
dan kekinian tentunya. Ada kesengajaan
dari beberapa pihak memang agar kita generasi muda dibuat lupa dan mangkir dari
aktifitas "merawat ingatan" yang mestinya lebih disukai daripada
menjadi traveler nyampah di gunung-gunung, pantai dan juga hutan
nusantara.
Namun apa boleh bikin, memasak atau merawat ingatan dalam terminologi
Rahung Nasution, apalagi memasak hidangan khas nusantara kadung sudah di
identikan dengan orang tua, atau mbok-mbok yang mungkin masih memajang
foto presiden Soeharto di dinding rumahnya. Ketinggalan jaman. Gak gaul. Gak
update. Masa tahun 2015 masih masak gulai daun mangkok yang pohon nya saja
sudah tergusur jadi Seven Eleven. Lagi pula siapa yang mau makan makanan yang
namanya saja mungkin tidak masuk wikipedia seperti daun kecipir atau bunga
kecombrang. Kalau pun hidangan-hidangan tersebut masih ada, mungkin hanya bisa
kita temui di warung-warung penjual makanan tradisional yang jumlahnya tentu
saja sangat sedikit. Silahkan lakukan survey acak kepada anak-anak muda di
sekitar kita. Mayoritas dari mereka lahir dan besar di Jakarta. Kemudian
silahkan bertanya pada mereka apakah mengenal sayur besan, gabus pucung dan kue
biji ketapang. Saya pesimis mereka generasi muda penerus cita-cita bangsa itu
mengetahui nama-nama kuliner khas Jakarta tempat mereka biasa hangout sambil ngopi-ngopi
cantik itu. Kalaupun mereka tahu, saya ragu mereka pernah menyicipi rasa makanan khas suku Betawi yang
hampir punah tersebut. Jadi silahkan saja kita ramai-ramai menyalahkan Jokowi
karena tidak pernah mempopulerkan kuliner nusantara di acara-acara kenegaraan.
Salahkan Ahok yang orang Cina tetapi memimpin Jakarta sehingga makanan khas
daerah yang beliau pimpin kalah populer
dengan Chinese food. Atau mau yang lebih spektakuler lagi salahkan saja kaum
Yahudi Zionis yang mencekoki generasi muda dengan junk food dan hidangan
kebarat-baratan yang belum tentu halal.
Mari saling menyalahkan hingga kenyang. Hingga orang-orang Israel menemukan
obat kanker dari kerak ketiak monyet. Setelah itu coba kita buka akun instagram
masing-masing sambil mengabaikan komentar nyinyir dan promo obat penambah
tinggi badan yang semakin marak. Arahkan kursor pada kolom pencarian dan
ketiklah username "kokigadungan", dijamin kamu akan terbelalak dengan
postingan si koki gadungan yang mencapai 2500-an. Tanpa basa basi yang memang
sudah basi, kita diajak keliling nusantara oleh foto-foto si abang pemilik akun
tersebut. Istilah orde barunya dari Sabang sampai Merauke lah. Walaupun
kebanyakan foto yang diunggah masakan Sumatra Utara, namun cukup mewakili untuk
sekedar dijadikan rujukan eksikplopedi mini masakan nusantara dari bagian barat
yang didominasi hidangan halal bagi Muslim hingga masakan Indonesia timur yang
namanya saja belum pernah terlintas dalam khasanah perkulineran yang kita
miliki.
Saya rasa terlalu panjang jika harus menulis semua hidangan nusantara yang
membangkitkan gairah makan dan bercinta sekaligus pada instagram kokigadungan. Yang jelas, semua
makanan ditampilkan sebanal dan seliar mungkin. Tidak lupa Rahung membubuhkan
caption menggoda soal filosofi nya dalam suatu hidangan. Di dalam akun nya kita
mungkin kita tidak menemukan sate ayam, nasi goreng ataupun rendang yang
menjadi ikon makanan khas Indonesia yang menjadi favorit di dunia. Tiga makanan favorit hampir 3/4 penduduk Indoneisa
itu diganti oleh nama nama seperti gohu, ayam sitsit Lombok, arsik, mie Gomak
dan sederet makanan underground / antimainsteram lainnya. Saya pribadi
merasa tertampar melihat unggahan foto makanan yang hanya sedikit diantaranya
saja pernah saya cicipi. Saya merasa malu sebagai orang Indonesia yang tidak
mengetahui apa itu naniura, apa itu rumpu rampe dan banyak hal lain nya yang
menohok rasa nasionalisme yang memang kadung sudah luntur. Sepertinya saya juga
abai merawat ingatan nenek moyang kita dahulu, wabil khusus urusan kuliner ini.
Ketiadaan informasi dan rasa malas mencicipi hidangan khas nusantara hampir
saja menjerumuskan budaya warisan para leluhur menuju kepunahan. Untungnya,
masih ada sebagian orang yang telaten dalam mendokumentasikan sejarah kuliner
bangsa ini. Apa jadinya negara dengan sebaris generasai yang buta masakan para
pendahulunya?? Mau jadi apa bangsa ini jika anak-anak muda lebih mencintai
churos daripada ketimus?? Pantas saja
negeri kita terpuruk hancur luluh lantak. Terdengar ganjil memang memandang
makanan sebagai pembangkit semangat gairah pemuda. Tapi tahukah kamu, revolusi
itu berawal dari dapur bung. Silahkan tanya Mao Tse Tung didalam kubur sana
jika tidak percaya.
Lalu, sampai disini apakah kita sudah sepakat bahwa "merawat
ingatan" itu hanya kewajiban orang-orang tua?? pekerjaan para pensiunan
ataupun sekedar menjalani takdir bagi mbok-mbok penjual pecel dan tiwul.
Coba dipikirkan lagi.
Sebuah tulisan yang menggugah dan membuat kita bertanya mengenai rasa nasionalisme dari sudut pandang kuliner. Apakah kita selama ini sudah kenal dan merasakan makanan indonesia? Tapi apakah itu makanan indonesia?
BalasHapusPakar kuliner Indonesia, William Wongso berpendapat tidak ada yang namanya makanan Indonesia, yang ada hanyalah makanan atau masakan daerah. Lebih lanjut Wongso mengatakan kita bisa mengatakan bahwa semua jenis masakan yang berasal dari indonesia sebagai "makanan Indonesia". Tapi pada saat yang sama, tidak ada benang merah yg menjadi ciri makanan indonesia.
Indonesia tidak punya pizza, kari atau tom yam yang menjadi simbol dari negaranya masing-masing.
Justru eksotisme dan keulayatan masakan tiap daerah itu yang menjadi representasi dari kekayaan budaya kuliner di Indonesia.
Jadi, apakah kita sudah kenal dan merasakan masakan daerah di Indonesia?
Tabik
-gaung nugraha-
Mas John yang kalem,
HapusMakanya saya lebih sering nyebut nya masakan nusantara. Karena sejatinya gak ada masakan yg katanya asli Indonesia benar-benar autentik dimasak oleh nendk moyang nusantara kita dulu yang konon (jangan dibalik) adalah pelaut.
Trimskici masupannya. Neks tim bikin tulisan yg lebih trengginas lg deh.
Salam olahraga.
Sebuah tulisan yang menggugah dan membuat kita bertanya mengenai rasa nasionalisme dari sudut pandang kuliner. Apakah kita selama ini sudah kenal dan merasakan makanan indonesia? Tapi apakah itu makanan indonesia?
BalasHapusPakar kuliner Indonesia, William Wongso berpendapat tidak ada yang namanya makanan Indonesia, yang ada hanyalah makanan atau masakan daerah. Lebih lanjut Wongso mengatakan kita bisa mengatakan bahwa semua jenis masakan yang berasal dari indonesia sebagai "makanan Indonesia". Tapi pada saat yang sama, tidak ada benang merah yg menjadi ciri makanan indonesia.
Indonesia tidak punya pizza, kari atau tom yam yang menjadi simbol dari negaranya masing-masing.
Justru eksotisme dan keulayatan masakan tiap daerah itu yang menjadi representasi dari kekayaan budaya kuliner di Indonesia.
Jadi, apakah kita sudah kenal dan merasakan masakan daerah di Indonesia?
Tabik
-gaung nugraha-